Ngawi | gadingnews.com – Proses pewarnaan kain batik umumnya dilakukan dengan menggunakan pewarna kimia. Namun kini semakin populer pula proses pewarnaan yang menggunakan bahan baku dari alam. Dengan menggunakan pewarna alam ini, proses pembuatan batik tentunya menjadi lebih ramah lingkungan. Tidak merusak ekosistem.
Maka dari itu, Disparpora dibawah pimpinan Raden Rudi Sulisdyana, melalui bidang ekonomi kreatif Kabid Yoyok, berupaya bisa mengembangkan pembatik Ngawi yang prosesnya ramah lingkungan, juga mengikuti perkembangan pasar lagi populer. Pada tanggal ( 23-28/11/20) lokasi H. Maimun.
Untuk memperkenalkan proses pewarnaan alam ini, bidang ekonom kreatif
mengadakan pelatihan special pengusaha batik Ngawi. Bahan pewarna alami berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti kayu, kulit kayu, akar, kulit akar, biji, kulit biji, daun, maupun bunga.
Prosesnya harus dilakukan berulang kali untuk mendapatkan warna seperti yang diinginkan. Namun warna-warna yang dihasilkan memang cenderung menjadi lembut serta bersifat unik dan eksklusif. Karakteristik dari tumbuhan. Proses pewarnaan dengan menggunakan zat warna alam memang lebih rumit jika dibandingkan dengan menggunakan zat pewarna sintetis.
Bahan yang bisa digunakan berasal dari serat alam seperti sutera, wol, dan kapas (katun). Bahan dari sutera umumnya memiliki afinitas paling baik terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
Pemateri dari Kota Jombang sampaikan tahapan teknis dari mulai cap malam sampai pewarnaan.
Pertama Mordant agar warna dapat menempel dengan baik, dengan merendam bahan ke dalam garam-garam logam seperti tawas. Dan kain terlebih dahulu dicuci dan direndam dalam air sabun selama 12 jam, kemudian dibilas dan dikeringkan.
Kedua ekstraksi dan pewarnaan, proses pembuatan larutan zat warna alam, dilakukan dengan cara merebus bahan dengan air tawar dalam jenis air sumber.
Ketiga fiksasi proses untuk memperkuat warna agar tidak luntur. Fiksasi dapat dilakukan dengan beberapa bahan seperti tawas, kapur atau tanjung. (xx/red)